Sunday, May 1, 2011

GEMPA BUMI DI JEPANG


GEMPA BUMI DI JEPANG
A BUMI DI JEPANG Gempa bumi berkekuatan 9 skala Richter disertai tsunami telah mengguncang Jepang pada 11 Maret 2011. Pusat gempa tepat berada 130 kilometer (km) di lepas pantai timur kota Sendai atau 400 km di timur laut kota Tokyo pada kedalaman 24,4 km.
Gempa bumi ini menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat setinggi 10 meter di sekitar kota Sendai.

"Kami prihatin dengan peristiwa ini. Namun, dari peristiwa ini kami bisa belajar banyak bagaimana pemerintah Jepang beserta rakyatnya menangani fase responsif di dalam manajemen bencana gempa bumi," ujar pakar geologi Universitas Gadjah Mada, Dr Subagyo Pramumijoyo.

Bersumber informasi dari Japan Meteorological Agency di Jakarta belum lama ini, Subagyo mengatakan, gelombang P yang datang pertama di rekaman seismometer sesungguhnya dapat dipergunakan sebagai peringatan dini, meskipun hanya beberapa detik sebelum tempat seismometer tersebut diguncang gempa bumi. Gelombang tersebut kemudian rusak saat gempa bumi akibat gelombang S yang datang belakangan setelah gelombang P.

Pengajar di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM ini menjelaskan, dari jarak 130 km dari pusat gempa bumi, kota Sendai akan menerima sinyal gelombang P yang berkecepatan kurang lebih 6 km/detik setelah 21,6 detik, dan gelombang S yang berkecepatan 4 km/detik yang merusak akan tiba di Sendai setelah 32,5 detik.

Jadi, sesungguhnya masih ada selisih 10,9 detik untuk mengingatkan masyarakat bahwa akan datang gempa bumi dahsyat. Sementara itu, di Tokyo yang berjarak 400 km dari pusat gempa masih memiliki selisih kedatangan gelombang P dan S selama 33,4 detik.

"Dengan demikian, penduduk Sendai sebenarnya masih punya beberapa menit untuk menghindar dari gelombang tsunami yang akan datang menyapu kawasan pantai," katanya.

Namun tak ayal, di kota Sendai sekitar 20 ribu rumah rusak dan diperkirakan 20 ribuan jiwa yang meninggal.

Pemerintah Jepang lalu menerjunkan 50 ribu pasukan beladiri (tentara) Jepang dan NHK langsung melakukan peliputan di wilayah yang diterjang tsunami dengan helikopter. "Sebab di Jepang, organisasi hierarkis terbaik adalah organisasi tentara," kata Subagyo Pramumijoyo yang dilansir laman UGM.

Dari berbagai informasi dan tayangan televisi, Subagyo berpendapat masyarakat Jepang telah memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan bencana gempa. Mengingat negara dalam wilayah rawan gempa, mereka telah mendapatkan itu semua melalui sosialisasi bencana gempa bumi.



"Mereka akan mencari tempat berlindung terdekat, di kolong meja ataupun di mana mereka merasa aman. Masyarakat terkesan sudah sangat terlatih dengan bencana gempa," tuturnya.

Di samping itu, masyarakat Jepang dinilai memiliki budaya disiplin dan kejujuran yang tinggi. Hal itu tercermin saat mereka menghadapi bencana gempa.

"Saya rasa tanpa disiplin yang tinggi masyarakat tidak akan tenang menghadapi gempa bumi. Mereka tetap antre dengan tertib untuk memperoleh jatah bantuan paska gempa utama terjadi," kata dia. "Harga-harga di Tokyo masih stabil. Berbeda dengan pengalaman saat gempa bumi di Yogyakarta 2006, harga sekotak supermi pun bisa menjadi tiga kali lipat."

Demikian pula dengan penanganan reaktor nuklir di Fukushima, pemerintah Jepang langsung merespons dengan cepat menyatakan darurat nuklir.

Pemerintah pun dengan segera mengevakuasi 200.000 rakyatnya dari radius 20 km dari reaktor nuklir. "Kami tentu dapat belajar bagaimana membangun reaktor nuklir. Tidak saja membangun, namun bagaimana bisa membekali para pengelola nuklir dengan disiplin tinggi," katanya.

Meski masih dalam penanganan para ahli, tingkat radiasi saat ini telah mencapai 160 kali tingkat radiasi normal. Bahkan, empat hari setelah kerusakan reaktor nuklir Fukushima, masyarakat Tokyo yang berjarak 250-an km telah mendapat imbauan untuk tetap tinggal di dalam rumah karena dikhawatirkan akan terkena debu nuklir.

"Lagi-lagi, kami bisa belajar dari peristiwa ini. Kalaupun tetap pada keinginan membangun reaktor nuklir, tentu dapat memilih tempat yang paling aman dari bencana terutama gempa bumi. Dengan berbagai pertimbangan ekonomi, memang diharapkan bisa memiliki reaktor nuklir, tetapi perlu dipertimbangkan ke mana limbah akan dibuang," katanya. (art)

Gempa dahsyat berkekuatan 8,9 menghantam timur laut Jepang, Jumat siang, dan menyebabkan banyak korban, kebakaran, dan tsunami sekitar 4 meter di sepanjang pantai negara itu. Demikian dilaporkan televisi NHK dan saksi.
Setelah gempa berkekuatan 8,9 itu, terjadi sejumlah gempa susulan yang juga kuat dan memicu peringatan tsunami setinggi 10 meter. Gempa tersebut menyebabkan bangunan terguncang di ibu kota Tokyo.
Gambar-gambar televisi menunjukkan terjangan bah yang membawa puing-puing bangunan. Televisi NHK memperlihatkan kobaran api dan asap hitam mengepul dari sebuah bangunan di Odaiba, daerah pinggiran Tokyo. Kereta api cepat di utara negara itu pun dihentikan.
Asap hitam juga membubung dari kawasan industri di daerah Yokohama Isogo. Tayangan televisi menunjukkan bahwa perahu, mobil, dan truk mengambang di air setelah tsunami menghantam kota Kamaichi di utara Jepang. Sebuah jembatan, lokasinya tidak diketahui, tampak telah runtuh ke dalam air. Kyodo mengatakan, ada laporan tentang kebakaran di kota Sendai di timur laut.
"Bangunan ini berguncang untuk waktu yang terasa lama dan banyak orang di ruang berita meraih helm mereka dan beberapa masuk ke bawah meja," kata koresponden Reuters, Linda Sieg, di Tokyo. "Mungkin ini gempa terburuk yang saya rasakan sejak saya datang ke Jepang lebih dari 20 tahun lalu." Para penumpang di jalur kereta bawah tanah di Tokyo menjerit. Goncangannya sangat kuat dan sangat sulit bagi orang untuk tetap berdiri," kata wartawan Reuters, Mariko Katsumura.
Ratusan pekerja kantor dan pengunjung toko tumpah ke jalan Hitotsugi di pusat perbelanjaan di Akasaka, pusat kota Tokyo.
Badan Survei Geologi AS (USGS) sebelumnya menyatakan bahwa gempa tersebut berkekuatan 7,9 dan berpusat di kedalaman 24,3 km sekitar 130 km di sebelah timur Sendai, di pulau utama Honshu. Namun, badan itu kemudian menyatakan bahwa gempa berkekuatan 8,9.
Pantai Pasifik di timur laut Jepang, yang disebut Sanriku, telah menderita akibat gempa dan tsunami pada masa yang lalu. Rabu lalu, daerah itu dilanda gempa berkekuatan 7,2 SR. Tahun 1933, gempa berkekuatan 8,1 SR di daerah tersebut menewaskan lebih dari 3.000 orang.
Gempa bumi merupakan hal biasa di Jepang, salah satu daerah seismik paling aktif di dunia. Sekitar 20 persen gempa berkekuatan 6,0 SR atau lebih terjadi di Jepang.

TEMPO Interaktif, Tokyo - Berikut adalah beberapa perkembangan utama terkait gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang melanda timur laut Jepang pada hari Jumat.

- Setidaknya dua orang dilaporkan tewas, satu tertimpa reruntuhan tembok di pabrik Honda. Beberapa orang terkubur tanah longsor.

- Gempa memicu tsunami sampai 10 meter (30 kaki), gelombang menyapu lahan pertanian, rumah, tanaman, kendaraan, dan memicu kebakaran. Tsunami 7 meter kemudian menghantam Jepang utara. Sebuah penginapan runtuh di kota Sendai, banyak yang dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan.

- Gempa susulan yang kuat melanda Jepang utara.

- Peringatan tsunami dikeluarkan untuk Indonesia timur, pantai utara dan timur Taiwan.

- Listrik dimatikan hingga empat juta rumah di Tokyo dan sekitarnya. 14 kebakaran terjadi di Tokyo.

- Banyak bagian tol Tohoku yang melayani Jepang utara rusak. Kebakaran besar di kilang Chiba dekat Tokyo.

- Kereta peluru di utara negara itu terhenti. Pemerintah mengirim 900 petugas penyelamat ke daerah terlanda.

- Bandara Narita ditutup, penerbangan dihentikan, penumpang dievakuasi. Kereta bawah tanah dan suburban Tokyo dihentikan. Bandara Sendai di utara banjir.

- Delapan pesawat militer bergegas menyurvei kerusakan. Perdana Menteri Naoto Kan meminta masyarakat untuk tetap tenang dan memerintahkan militer untuk melakukan yang terbaik. Kabinet menggelar pertemuan. Pemerintah mengatakan tsunami lanjutan mungkin terjadi.

- Bank Sentral berjanji melakukan yang terbaik untuk memastikan stabilitas pasar uang.

- Beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir menutup secara otomatis. Pembangkit nomor 1 Fukushimi bermasalah dengan peralatan setelah gempa, namun keamanan terjamin, kata para pejabat. Setidaknya satu pembangkit tenaga nuklir beroperasi secara normal. Kilang minyak telah ditutup dan sebuah pabrik baja utama terbakar.


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Korban meninggal akibat gempa bumi yang disertai tsunami di Jepang kemarin, diperkirakan bisa mencapai 10 ribu orang.

Seperti yang dikutip dari pemberitaan media internasional Associated Press (AP), pada hari ini, Minggu (13/3/2011), jumlah korban meninggal dunia diperkirakan sudah mencapai 10 ribu orang, dimana mereka semua bermukim di wilayah Prefektur Miyagi.

Hal itu seperti diutarakan oleh Kepala Kepolisian Prefektur Miyagi. Menurutnya angka tersebut ia dapatkan berdasarkan informasi yang ia kumpulkan dari petugas pemulihan bencana.

Diketahui Miyagi, memiliki populasi sebanyak 2,2 juta jiwa, dan merupakan satu dari tiga prefecture yang paling keras dihantam gempa dan tsunami.

Namun berdasarkan data resmi Pemerintah Jepang, korban meninggal dalam bencana yang terjadi di hari Sabtu sore itu sudah mencapai 1200 orang. Angka itu termasuk 200 jenazah yang diketemukan di sepanjang pesisir pantai Minggu pagi, dan 739 orang yang telah dinyatakan hilang.

Pihak Pemerintah Jepang, sendiri saat ini masih terus melakukan operasi penyelamatan dan pencarian.

Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan, Minggu pagi menyatakan, pihaknya telah melipat gandakan pasukan yang diterjunkan dalam misi penyelamatan dan pencarian tersebut.

"Jumlahnya kita lipat gandakan hingga 100 ribu orang," tuturnya dalam rapat Satuan Tugas Penanganan Bencana, Minggu pagi.

Ia juga mengatakan, Pemerintah Jepang harus mensuport langsung beberapa daerah dan kota, yang lumpuh pasca bencana.




JEPANG terguncang dan luluh lantak Jumat (11/3). Negara itu, terutama di bagian timur laut,  dihantam gempa bumi dengan kekuatan gempa 8,9 SR. Fakta berbicara, secara historis, negeri matahari terbit ini memang menjadi langganan gempa dahsyat sejak ratusan tahun lalu. Itu yang menyebabkan wajah Jepang di kemudian hari dalam kondisi pulau-pulau yang tercecer, konon itu akibat dari rentetan gempa masa lalu.
Amukan alam berupa gempa di Jepang dengan kisaran 8,9 SR Jumat kemarin, sudah pasti berdampak dengan menggelagaknya air laut, akibatnya gelombang tsunami yang tentu menimbulkan efek yang sangat dahsyat dengan kerugian yang juga banyak.
Setelah gempa berkekuatan 8,9 itu terjadi sejumlah gempa susulan yang juga kuat dan memicu peringatan tsunami setinggi 10 meter. Gempat tersebut menyebabkan bangunan terguncang di ibukota Tokyo.
Jumat itu sekitar 4 juta penduduk akan mengalami pemadaman listrik. Namun samlai kini belum diketahui berapa korban jiwa, menmyusul terjadiny terjangan air bah efek tsunami akibat gempa dahsyat.
Dan faktanya, seperti halnya Indonesia, Jepang memang bagian dari negara-negara yang rawan terhadap gempa bumi, karena Indonesia dan Jepang masuk dalam apa yang disebut dengan "lingkaran api Pasifik" (ring of fire).
Mengapa tsunami?
Secara historis tercatat beberapa kali negeri Sakura ini diterjang gempa bumi yang secara ukuran SR-nya cukup besar. Dengan dampak gelombang besar yang disebut tsunami, sebuah istilah bahasa Jepang yang akhirnya menjadi bahasa dunia untuk menyebut gelombang laut raksasa.

Biasanya gempa bumi merupakan adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Lazimnya disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi. Kendati bumi ini sudah padat tapi tetap akan selalu bergerak. Dan gempa akan terjadi jika terjadi tekanan pergerakan bumi yang terlalu besar, sementara lempeng tektonik tidak kuasa menahannya.

Akibatya pelepasan energi berupa gelombang elastis atau dikenal juga gelombang seismik yang sampai ke permukaan bumi lalu menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap benda-benda atau bangunan di permukaan bumi.
Efek kerusakan tergantung dari besar dan durasi getaran yang sampai ke permukaan bumi, apalagi jika gempa yang ditimbulkan itu dilanjutkan dengan fenomena tsunami.
Ratusan tahun lalu, Jepang juga pernah mengalami gempa tektonik dan dianggap yang terbesar dalam sejarah, yakni berkekuatan antara 6-8 MSR terjadi di wilayah laut lepas pantai Jepang.
Fakta mencatat pula, itu terjadi sekitar 3 abad yang lalu. Akibat yang di timbulkan, konon membuat Jepang terpecah dan berubah menjadi negara kepulauan yang tercerai berai, dan memunculkan gunung Fuji.
Istilah tsunami sendiri merupakan bahasa serapan dari Jepang. Dari kata "tsu" yang berarti pelabuhan dan kata "nami" yang berarti gelombang. Jadi secara harfiah berarti "ombak besar di pelabuhan".
Perubahan permukaan laut secara tiba-tiba itulah tsunami. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah dan merambat dengan kecepatan berkisar 500-1000 km/jam.
Jepang merupakan negara yang sering mengalami gempa bumi. Penyebab gempa bumi Jepang adalah letak negara tersebut yang berada di wilayah Ring of Fire atau Lingkar Api Pasifik. Sehingga oleh rakyat Jepang, gempa dianggap bencana yang sangat biasa.

Gempa bumi berkekuatan 9 skala Richter disertai tsunami telah mengguncang Jepang pada 11 Maret 2011. Pusat gempa tepat berada 130 kilometer (km) di lepas pantai timur kota Sendai atau 400 km di timur laut kota Tokyo pada kedalaman 24,4 km.
Gempa bumi ini menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat setinggi 10 meter di sekitar kota Sendai.

"Kami prihatin dengan peristiwa ini. Namun, dari peristiwa ini kami bisa belajar banyak bagaimana pemerintah Jepang beserta rakyatnya menangani fase responsif di dalam manajemen bencana gempa bumi," ujar pakar geologi Universitas Gadjah Mada, Dr Subagyo Pramumijoyo.

Bersumber informasi dari Japan Meteorological Agency di Jakarta belum lama ini, Subagyo mengatakan, gelombang P yang datang pertama di rekaman seismometer sesungguhnya dapat dipergunakan sebagai peringatan dini, meskipun hanya beberapa detik sebelum tempat seismometer tersebut diguncang gempa bumi. Gelombang tersebut kemudian rusak saat gempa bumi akibat gelombang S yang datang belakangan setelah gelombang P.

Pengajar di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM ini menjelaskan, dari jarak 130 km dari pusat gempa bumi, kota Sendai akan menerima sinyal gelombang P yang berkecepatan kurang lebih 6 km/detik setelah 21,6 detik, dan gelombang S yang berkecepatan 4 km/detik yang merusak akan tiba di Sendai setelah 32,5 detik.

Jadi, sesungguhnya masih ada selisih 10,9 detik untuk mengingatkan masyarakat bahwa akan datang gempa bumi dahsyat. Sementara itu, di Tokyo yang berjarak 400 km dari pusat gempa masih memiliki selisih kedatangan gelombang P dan S selama 33,4 detik.

"Dengan demikian, penduduk Sendai sebenarnya masih punya beberapa menit untuk menghindar dari gelombang tsunami yang akan datang menyapu kawasan pantai," katanya.

Namun tak ayal, di kota Sendai sekitar 20 ribu rumah rusak dan diperkirakan 20 ribuan jiwa yang meninggal.

Pemerintah Jepang lalu menerjunkan 50 ribu pasukan beladiri (tentara) Jepang dan NHK langsung melakukan peliputan di wilayah yang diterjang tsunami dengan helikopter. "Sebab di Jepang, organisasi hierarkis terbaik adalah organisasi tentara," kata Subagyo Pramumijoyo yang dilansir laman UGM.

Dari berbagai informasi dan tayangan televisi, Subagyo berpendapat masyarakat Jepang telah memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan bencana gempa. Mengingat negara dalam wilayah rawan gempa, mereka telah mendapatkan itu semua melalui sosialisasi bencana gempa bumi.

"Mereka akan mencari tempat berlindung terdekat, di kolong meja ataupun di mana mereka merasa aman. Masyarakat terkesan sudah sangat terlatih dengan bencana gempa," tuturnya.

Di samping itu, masyarakat Jepang dinilai memiliki budaya disiplin dan kejujuran yang tinggi. Hal itu tercermin saat mereka menghadapi bencana gempa.

"Saya rasa tanpa disiplin yang tinggi masyarakat tidak akan tenang menghadapi gempa bumi. Mereka tetap antre dengan tertib untuk memperoleh jatah bantuan paska gempa utama terjadi," kata dia. "Harga-harga di Tokyo masih stabil. Berbeda dengan pengalaman saat gempa bumi di Yogyakarta 2006, harga sekotak supermi pun bisa menjadi tiga kali lipat."

Demikian pula dengan penanganan reaktor nuklir di Fukushima, pemerintah Jepang langsung merespons dengan cepat menyatakan darurat nuklir.

Pemerintah pun dengan segera mengevakuasi 200.000 rakyatnya dari radius 20 km dari reaktor nuklir. "Kami tentu dapat belajar bagaimana membangun reaktor nuklir. Tidak saja membangun, namun bagaimana bisa membekali para pengelola nuklir dengan disiplin tinggi," katanya.

Meski masih dalam penanganan para ahli, tingkat radiasi saat ini telah mencapai 160 kali tingkat radiasi normal. Bahkan, empat hari setelah kerusakan reaktor nuklir Fukushima, masyarakat Tokyo yang berjarak 250-an km telah mendapat imbauan untuk tetap tinggal di dalam rumah karena dikhawatirkan akan terkena debu nuklir.

"Lagi-lagi, kami bisa belajar dari peristiwa ini. Kalaupun tetap pada keinginan membangun reaktor nuklir, tentu dapat memilih tempat yang paling aman dari bencana terutama gempa bumi. Dengan berbagai pertimbangan ekonomi, memang diharapkan bisa memiliki reaktor nuklir, tetapi perlu dipertimbangkan ke mana limbah akan dibuang," katanya. (art)


Firma riset iSuppli melakukan sebuah analisa mengenai dampak gempa dan tsunami besar yang menimpa Jepang terhadap produksi barang elektronik secara global.

Ya, mengingat Jepang adalah 'gudang' penghasil produk elektronik dan teknologi terbaru, tentunya bencana alam yang terjadi di sana diprediksi bisa mempengaruhi ekspor produk elektronik besutan Jepang ke seluruh dunia.   

Berdasarkan catatan iSuppli yang dilansir cellular-news dan dikutip detikINET, Minggu (13/3/2011), pada 2010 Jepang berkontribusi sebesar 13,9 persen dari seluruh pendapatan produsen peralatan elektronik global.

Angka ini sudah termasuk semua produk elektronik diantaranya komputer, gadget komunikasi dan peralatan elektronik consumer lainnya. Jepang juga tercatat menghasilkan perlengkapan elektronik senilai USD 216,6 miliar di tahun lalu.

Catatan lainnya, Jepang menyumbang 16,5 persen dari pendapatan pabrik peralatan elektronik consumer secara global di 2010. Masih di tahun yang sama, negeri matahari terbit ini pun menyumbang lebih dari seperlima produksi semikonduktor global. Perusahaan teknologi yang berpusat di Jepang juga menghasilkan USD 63,3 miliar untuk pendapatan dari produk microchip, membuat Jepang menempati persentase sebesar 20,8 persen secara global di pangsa pasar ini.

Meski tidak semua produk elektronik dibuat langsung di Jepang, namun nyatanya sebagian besar produksi dilakukan di fasilitas manufaktur di negeri sakura tersebut.

"Dampak utama untuk produk semikonduktor tidak langsung ke fasilitas produksi, melainkan terganggunya rantai distribusi pasokan. Tampaknya ini akan menyebabkan beberapa gangguan dalam persediaan semikonduktor dari Jepang selama beberapa minggu ke depan," demikian prediksi iSuppli.






Para analis mengatakan terlalu dini untuk menghitung biaya untuk industri secara keseluruhan. Tapi Goldman Sachs memperkirakan biaya penutupan pabrik mobil Jepang lebih dari $ 150 juta per hari.

Bahkan jika produsen mobil Jepang berhasil merestart dalam beberapa minggu ke depan dan membuat produksi yang sempat terbengkalai, ancaman akan tetap terjadi. Ratusan pemasok suku cadang mobil berada di dekat pusat gempa bumi dan tsunami di Jepang timur laut. Seberapa cepat mereka bisa mencukupi kebutuhan produsen mobil tidak jelas. Bahkan setelah pabrik mulai beroperasi, ancaman pemadaman bergulir juga menjadi ancaman lain akibat lumpuhnya reaktor nuklir Jepang. Ini dapat menghambat produksi pada bulan-bulan mendatang.

Potensi kerusakan bisa merubah seluruh industri. Pesaingnya seperti Hyundai Motor Co Korean bisa mengambilalih pelanggan baru jika perusahaan Jepang tidak dapat melayani mereka. Perusahaan-perusahaan AS hampir tidak imun terhadap ancaman tersebut. General Motors Co akan menghentikan produksinya di pabrik truk di Shreveport, La, minggu depan. Ini adalah pertama kalinya mobil yang berbasis di AS akan menghentikan produksi di Amerika Utara lebih dari karena kekurangan suku cadang yang disebabkan krisis Jepang.

Pabrik Shreveport mengandalkan transmisi yang dibuat di Jepang. Jadi kurangnya suku cadang dari Jepang, memaksa perusahaan untuk menghentikan kegiatan. GM tidak mengatakan kapan produksi perusahaan yang mempekerjakan 900 pekerja ini akan dibuka kembali. "Mereka tidak memberi kami petunjuk," kata Doug Ebey, ketua Serikat Pekerja Otomotif di Shreveport. GM akan tetap membayar para pekerjanya sebesar take-home pay meskipun pabrik tidak beroperasi.

"Sementara pabrik global umumnya hanya memiliki persediaan dua sampai enam minggu, sehingga bisa menyebabkan pabriknya jatuh lebih jauh," kata Michael Robinet, Direktur IHS Otomotif dalam perkiraannya.

Sebelum gempa, Jepang sedang membuat 37.000 mobil dan truk setiap hari dan lebih dari setengahnya untuk kebutuhan ekspor. Sebanyak 14% dar 72 juta kendaraan yang
diproduksi tahun lalu di seluruh dunia dibuat di Jepang.











No comments:

Post a Comment